Jumat, 21 Maret 2014

Menyoal Gaya Hidup Hedonis Ustadz Selebritis

Menyoal Gaya Hidup Hedonis Ustadz Selebritis

Oleh : Usman Kusmana*

gaya hidup hadonis
Miris sekali, suatu sore saya menyaksikan tayangan berita infotainment, tepatnya acara fokus Selebritis di stasiun Global TV. Tayangan itu mengupas tentang kontroversi tarif dakwah para ustadz selebriti yang mematok harga tinggi, serta berbagai fenomena gaya hidup mereka yang terlihat hedonis dan demonstatif dengan kehidupan mewahnya.

Awalnya dipicu oleh sebuah kabar yang mengungkap tentang adanya seorang da’i/ustadz yang diundang oleh jama’ah pengajian mematok harga yang sangat tinggi bahkan harus memberi DP yang Jutaan agar dapat mengundang ustadz tersebut berceramah. Masalah itu diberitakan oleh salah satu media cetak nasional dan mendapatkan tanggapan dari berbagai kalangan termasuk MUI.

Dalam focus selebritis tersebut ditayangkan beberapa sosok da’i dan ustadz selebritis yang sering muncul di televisi, diantaranya Ust. Jeffry Al Buchori (Uje), Ust. Guntur Bumi, Ust. Soleh Mahmud (Solmed) lengkap dengan tayangan aktifitas hobby mereka yang suka mengendarai mobil mewah, motor gede, hingga hobby lainnya yang mencerminkan kehidupan mewah. Ditayangkan pula komentar Ketua MUI KH. Amidhan, lalu Ust. Yusuf Mansyur, Aa Gym, dan beberapa da’i lainnya yang memang jarang muncul di televisi.

Saya melihat konten dan hikmah yang dapat diambil dari tayangan tersebut dua hal : Pertama, Munculnya fenomena Ustadz selebriti dengan dua gaya hidupnya. Ada ustadz selebriti yang meskipun sering nongol dan berceramah di televisi, tapi mereka terlihat masih biasa saja, hidupnya sederhana, dan jarang sekali mengumbar kehidupan pribadinya. Sementara ada juga ustadz yang memang populer dan dipopulerkan oleh televisi dengan gaya hidupnya yang mewah dan sering muncul pemberitaan menyangkut kehidupan pribadinya. Berbagai aktifitasnya mengendarai motor gede, menembak, penampilan dan gaya hidupnya memang benar-benar mencerminkan selebritis.

Kedua, Munculnya pertanyaan dan gugatan dari publik, bagaimana sepatutnya seorang da’i itu menjalankan tugas dakwahnya, termasuk menjalani kehidupannya. Dan itu muncul dari komentar yang disampaikan MUI, FPI dan juga beberapa da’i serta masyarakat umum. Termasuk dalam hal tarif dakwahnya. Jika menyaksikan tayangan aktifitas beberapa ustadz selebritis itu, kita memang prihatin dan miris.

Tugas dakwah adalah tugas suci nan mulia. Seorang Da’i, Ustadz, ulama merupakan pewaris nabi yang dibebankan tugas untuk menyebarkan ajaran agama, yang menjadi tuntunan moral kehoidupan ummat agar hasanah fiddunyaa, hasanah fil akhirat. Seorang da’i atau ustadz tentu merupakan orang yang sedikit banyak memiliki pemahaman keagamaan, hafal dan mengerti ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist Rasul. Selain itu tentu mereka juga menjadi sosok pribadi yang menjadi panutan, tauladan akan segala sikap dan tingkah lakunya. Apa yang mereka ucapkan dan lakukan tentu harus Nyunnah pada baginda Rasulullah SAW.

Rasul menjalankan misi dakwah dengan penuh pengabdian dan keikhlasan sebagai tugas suci dari Tuhan. Rasul menjalankan misi dakwah dengan uswatun hasanah. Satunya kata dengan perbuatan. Apa yang dikatakan dan didakwahkan oleh Rasul sebagai sebuah kebaikan, beliau merupakan orang pertama yang menjalankannya pun sebaliknya. Rasul mendakwahkan hidup sederhana, beliau merupakan orang yang paling pertama menjalaninya, bahkan rela mengikat batu diperutnya untuk berpuasa hingga tiga hari, karena roti yang seharusnya beliau makan diberikan pada orang yang kelaparan dan lebih membutuhkannya.

Dalam sebuah kisah yang sangat mengharukan, Anas bin Malik berkata, “Saya masuk menemui Rasulullah dan ia sedang berbaring miring di atas tikar pandan kecil yang bersulam, dan di bawah kepalanya bantal dari kulit berisikan rumput kering. Lalu beberapa orang dari sahabatnya datang diantaranya adalah Umar bin Khathtab, Rasulullah pun bangkit menggeser tubuhnya yang sedang terbuka bajunya. Umar bin Khaththab tak sanggup menahan tangisnya ketika melihat bentuk sulaman tikar yang membekas di tubuh bagian samping Rasulullah saw. Rasulullah saw bertanya, “Mengapa engkau menangis, Umar?

Umar menjawab, “Demi Allah, saya tidak menangis kecuali tahu bahwa engkau lebih Allah muliakan daripada Kisra dan Qaishr. Mereka hidup dalam kesenangan, sementara engkau, Rasulullah saw, di tempat yang saya lihat ?”Rasulullah saw bersabda, “Apakah engkau tidak rela dunia menjadi milik mereka dan akhirat untuk kita?” Umar menjawab, “Ya, aku rela.” Rasulullah saw bersabda, “Begitulah yang benar”

Poinnya adalah, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan teladan berupa hidup sederhana, hidup yang jauh dari bermewah-mewahan apalagi sampai dipertontonkan ke khalayak umum. Sepertinya perilaku Nabi SAW untuk hidup sederhana adalah hal yang paling enggan diteladani oleh para ustad seleb itu, jika kita menyaksikan bagaimana mereka memamerkan gaya hidup hedonis, pamer kemewahan, penampilan dan lain-lain. Mungkin para da’i selebritis itu tidak menyadari bahwa dengan status ustadz nya itu mereka dituntut untuk menjadi tuntunan, bukan semata-mata menjadi tontonan. Alangkah lebih baiknya jika kemunculan mereka dimedia semacam televisi itu dengan contoh dan tauladan sebagaimana Rasulullah ajarkan, sehingga diterima pesannya oleh seluruh ummat yang menyaksikan dari layar kaca.

Selain daripada itu, alangkah lebih baiknya, jika para da’i/ustadz/kiai/ulama/habib dalam berdakwah tak melulu mengukur dari hitungan materi. Menjadi da’i atau ustadz seharusnya tidaklah dijadikan profesi sebagaimana Pengacara, politisi atau profesional lainnya. Sangatlah na’if jika seorang da’i mematok tarif tinggi dalam aktifitas dakwahnya. Ada tugas suci yang dibebankan kepada mereka sebagai penyampai walaupun satu ayat, yang hubungannya langsung dengan Tuhan.

Alangkah indahnya jika mereka juga memberikan contoh dan emphaty pada ummat akan hidup yang sederhana, tidak hedonis dan demonstratif dengan gaya hidup mewahnya. Apalagi mereka sering di ekspose oleh media televisi. Karena ummat di bawah masih begitu banyak yang hidup dalam kubangan kemiskinan. Dan alangkah eloknya mereka juga tidak selalu mengumbar remeh temeh kehidupan pribadinya di layar kaca, dalam berita infotainment yang notabene secara hukum juga pernah difatwakan haram. Karena banyak mengumbar gosip dan isu seseorang yang tidak pantas.
Semoga tayangan di fokus selebritis itu bisa mengingatkan mereka. Bahwa sebagai seorang pendakwah mereka sebenarnya dituntut untuk memberi contoh, menjadi suri tauladan akan kehidupan yang lebih wajar dan mencerminkan kebarokahan. Bukan keberlimpahan, bukan berlebihan. Bukankah ada ayat Al-Qur’an yang menyatakan ” Kabura Maktan Indallaah An taquuluuna maa laa taf’aluun” Sungguh besar murka Allah Tatkala engkau mengatakan sesuatu yang Engkau Sendiri tidak melakukannya. Naudzubillah…

*Penggiat di Komunitas Kajian Dokar’47, Kader Muda NU Kab. Tasikmalaya

Sumber : http://gp-ansor.org/

just write some good posts worth bookmarking - © My Smile Just For You...



2 comments

Jumat, 21 Maret, 2014

sesuatu yang patut menjadi renungan

Kamis, 17 April, 2014

Miris memang melihat fenomena ini, semoga saja para ustads bisa mandapatkan hidayah. sehingga tujuan syiarnya benar" tercapai dengan ikhlas.

Posting Komentar

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...