Sahabat Senyum - Kali ini saya akan sedikit membagi artikel Dakwah pemikiran islam tentang Demi Kebebasan. diskusi islam ini sebenarnya Masih ada kaitannya dengan artikel sebelumnya yang membahasa tentang Tak Bertuhan.
Masih ingat Lia Eden? Dia mendakwahkan dirinya sebagai Jibril Ruhul Kudus. Lia, yang mengaku mendapat wahyu dari Allah, pada 25 November 2007, berkirim surat kepada sejumlah pejabat negara. Kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Bagir Manan, Lia berkirim surat yang bernada amarah. ”Akulah Malaikat Jibril sendiri yang akan mencabut nyawamu. Atas Penunjukan Tuhan, kekuatan Kerajaan Tuhan dan kewenangan Mahkamah Agung Tuhan berada di tanganku,” tulis Lia dalam surat berkop ”God’s Kingdom: Tahta Suci Kerajaan Eden”. Jadi, mungkin baru ada di Indonesia, ”Malaikat Jibril” berkirim surat dan ”ganti tugas” sebagai ”pencabut nyawa.”
Masih ingat Lia Eden? Dia mendakwahkan dirinya sebagai Jibril Ruhul Kudus. Lia, yang mengaku mendapat wahyu dari Allah, pada 25 November 2007, berkirim surat kepada sejumlah pejabat negara. Kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Bagir Manan, Lia berkirim surat yang bernada amarah. ”Akulah Malaikat Jibril sendiri yang akan mencabut nyawamu. Atas Penunjukan Tuhan, kekuatan Kerajaan Tuhan dan kewenangan Mahkamah Agung Tuhan berada di tanganku,” tulis Lia dalam surat berkop ”God’s Kingdom: Tahta Suci Kerajaan Eden”. Jadi, mungkin baru ada di Indonesia, ”Malaikat Jibril” berkirim surat dan ”ganti tugas” sebagai ”pencabut nyawa.”
Saat ditanya tentang status aliran semacam ini, MUI dengan tegas menyatakan, ”Itu sesat.” Mengaku
mendapat wahyu dari Malaikat Jibril, apalagi menjadi jelmaan Jibril
adalah tindakan munkar yang wajib dicegah dan ditanggulangi. (Kata Nabi saw: ”Barangsiapa
diantara kamu yang melihat kemunkaran, maka ubah dengan tangannya. Jika
tidak mampu, ubah dengan lisan. Jika tidak mampu, dengan hati. Dan
itulah selemah-lemah iman”).
Tapi,
gara-gara menjalankan tugas kenabian, mengelarkan fatwa sesat terhadap
kelompok Lia Eden, Ahmadiyah, dan sejenisnya, MUI dihujani cacian. Ada
yang bilang MUI tolol. Sebuah jurnal keagamaan yang terbit di Semarang
menurunkan laporan utama: ”Majelis Ulama Indonesia Bukan Wakil Tuhan.”
Ada praktisi hukum angkat bicara di sini, ”MUI bisa dijerat KUHP
Provokator.” Sejumlah kelompok datang ke Komnas HAM meminta pembubaran
MUI.
Dasar
mereka untuk menghujat MUI adalah HAM dan kebebasan. Bagi kaum liberal
ini, pasal-pasal dalam HAM dipandang sebagai hal yang suci dan harus
diimani dan diaplikasikan. Dalam soal kebebasan beragama, mereka
biasanya mengacu pada pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang menyatakan: ”Setiap
orang mempunyai hak kebebasan berpendapat, keyakinan dan agama; hak ini
termasuk kebebasan untuk mengubah agamanya atau keyakinan, dan
kebebasan baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan yang lain dan
dalam ruang publik atau privat untuk memanifestasikan agama dan
keyakinannya dalam menghargai, memperingati, mempraktekkan dan
mengajarkan.”
Deklarasi ini sudah ditetapkan sejak tahun
1948. Para pendiri negara Indonesia juga paham akan hal ini. Tetapi,
sangatlah naif jika pasal itu kemudian dijadikan dasar pijakan untuk
membebaskan seseorang/sekelompok orang membuat tafsir agama tertentu
seenaknya sendiri. Khususnya Islam. Sebab, Islam adalah agama wahyu (revealed religion)
yang telah sempurna sejak awal (QS 5:3). Umat Islam bersepakat dalam
banyak hal, termasuk dalam soal kenabian Muhammad saw sebagai nabi
terakhir. Karena itu, sehebat apa pun seorang Abu Bakar ash-Shiddiq,
Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sebagainya,
mereka tidak terpikir sama sekali untuk mengaku menerima wahyu dari
Allah.
Ada batas
Masalah
semacam ini sudah sangat jelas, sebagaimana jelasnya ketentuan Islam,
bahwa shalat subuh adalah dua rakaat, zuhur empat rakaat, haji harus
dilakukan di Tanah Suci, dan sebagainya. Karena itulah, dunia Islam
tidak pernah berbeda dalam soal kenabian. Begitu juga umat Islam di
Indonesia. Karena itulah, setiap penafsiran yang menyimpang dari ajaran
pokok Islam, bisa dikatakan sebagai bentuk kesesatan. Meskipun bukan
negara Islam, tetapi Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk
Islam. Keberadaan
dan kehormatan agama Islam dijamin oleh negara. Sejak lama pendiri
negara ini paham akan hal ini. Bahkan, KUHP pun masih memuat pasal-pasal
tentang penodaan agama. UU No 1/PNPS/1965 yang sebelumnya merupakan
Penpres No 1/1965 juga ditetapkan untuk menjaga agama-agama yang diakui
di Indonesia.
Bangsa
mana pun paham, bahwa kebebasan dalam hal apa pun tidak dapat
diterapkan tanpa batas. Ada peraturan yang harus ditaati dalam
menjalankan kebebasan. Seorang pengendara motor tidak bisa berkata
kepada polisi,, ”Bapak melanggar HAM, karena memaksa saya mengenakan
helm. Soal kepala saya mau pecah atau tidak, itu urusan saya. Yang penting saya tidak mengganggu orang lain.”
Kaum Muslim yang masih memegang teguh aqidahnya, pasti akan marah membaca novel The Stanic Verses-nya
Salman Rushdie. Novel ini sangat biadab; menggambarkan sebuah komplek
pelacuran di zaman jahiliyah yang dihuni para pelacur yang diberi nama
istri-istri Nabi Muhammad saw. Bagi Islam, ini penghinaan. Bagi kaum liberal, itu kebebasan berekspresi. Bagi Islam, pemretelan ayat-ayat al-Quran dalam Tadzkirah-nya
kaum Ahmadiyah, adalah penghinaan, tapi bagi kaum liberal, itu
kebebasan beragama. Berbagai ucapan Mirza Ghulam Ahmad juga bisa
dikategorikan sebagai penghinaan dan penodaan terhadap Islam.
Sebaliknya, bagi kaum liberal, Ahmadiyah adalah bagian dari ”kebebasan
beragama dan berkeyakinan.” Bagi Islam, beraksi porno dalam dunia seni
adalah tercela dan dosa. Bagi kaum liberal, itu bagian dari seni dan
kebebasan berekspresi, yang harus bebas dari campur tangan agama.
Kaum
liberal, sebagaimana orang Barat pada umumnya, menjadikan faktor
”mengganggu orang lain” sebagai batas kebebasan. Seseorang beragama apa
pun, berkeyakinan apa pun, berperilaku dan berorientasi seksual apa pun,
selama tidak mengganggu orang lain, maka perilaku itu harus dibiarkan,
dan negara tidak boleh campur tangan. Orang boleh menjadi ateis, orang
boleh menjadi pelacur, pemabok, menikahi kaum sejenis (homo/lesbi), dan
sebagainya, yang penting tidak mengganggu orang lain.
Bagi kaum pemuja paham kebebasan, pelacur yang taat hukum (tidak berkeliaran di jalan dan ada ijin praktik) bisa dikatakan berjasa bagi kemanusiaan, karena tidak mengganggu orang lain. Bahkan ada yang menganggap berjasa karena menyenangkan orang lain. Tidak
heran, jika sejumlah aktivis AKKBB, kini sibuk berkampanye perlunya
perkawinan sesama jenis dilegalkan di Indonesia. Dalihnya, juga
kebebasan melaksanakan perkawinan tanpa memandang orientasi seksual.
Mereka sering merujuk pada Resolusi Majelis Umum 2200A (XXI) tentang
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
Maka,
seorang Profesor aktivis AKKBB, membuat pernyataan: ”Seorang lesbian
yang bertaqwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin ini.” Juga, ia
katakan, bahwa ”Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia,
menghormati manusia dan memuliakannya. Tidak
peduli apa pun ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, status sosial dan
orientasi seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun agamanya.” (Jurnal Perempuan, Maret 2008).
Apakah kaum liberal juga memberi kebebasan kepada orang lain? Tentu tidak! Mereka
juga memaksa orang lain untuk menjadi liberal, sekular. Mereka marah
ketika ada daerah yang menerapkan syariah. Mungkin, mereka akan sangat
tersinggung jika lagu Indonesia Raya dicampur aduk dengan lagu
Gundhul-gundhul Pacul. Mereka juga akan marah jika lambang negara RI
burung garuda diganti dengan burung emprit. Tapi, anehnya, mereka tidak
mau terima jika umat Islam tersinggung karena Nabinya diperhinakan,
al-Quran diacak-acak, dan ajaran islam dipalsukan. Untuk semua itu,
mereka menuntut umat Islam agar toleran,”dewasa”, dan tidak emosi. ”Demi kebebasan!”, katanya.
Logika
kelompok liberal seperti Alian Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan (AKKBB) dalam membela habis-habisan kelompok Ahmadiyah
dengan alasan kebebasan beragama dan berkeyakinan sangatlah absurd dan
naif. Mereka tidak mau memahami, bahwa soal Ahmadiyah adalah persoalan
aqidah. Sebab, Ahmadiyah sendiri juga berdiri atas dasar aqidah
Ahmadiyah yang bertumpu pada soal klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam
sejumlah penerbitan mereka, Ahmadiyah sendiri justru memilih tidak
bersama Islam. Pada tahun 1989, Yayasan Wisma Damai – sebuah penerbit
buku Ahmadiyah – menerjemahkan buku berjudul Da’watul Amir: Surat Kepada Kebenaran,
karya Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, khalifah Khalifah Masih
II/Imam Jemaat Ahmadiyah (1914-1965). Buku ini aslinya dalam bahasa
Urdu. Tahun 1961, terbit edisi Inggrisnya dengan judul ”Invitation to Ahmadiyyat”.
Buku
ini membuktikan, bahwa Ahmadiyah sendiri memang mengakui bukan bagian
dari Islam. ”Kami dengan bersungguh-sungguh mengatakan bahwa orang tidak
dapat menjumpai Allah Ta’ala di luar Ahmadiyah.” (hal. 377). Umat Islam
dipaksa untuk betiman bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi dan Masih
al-Mau’ud. Umat Islam diultimatum oleh pemimpin Ahmadiyah
ini: ”Jadi, sesudah Masih Mau’ud turun, orang yang tidak beriman kepada
beliau akan berada di luar pengayoman Allah Taala. Barangsiapa
yang menjadi penghalang di jalan Masih Mau’ud a.s, ia sebenarnya musuh Islam dan ia tidak menginginkan adanya Islam.” (hal. 374).
Jika Ahmadiyah saja bersikap seperti itu terhadap umat Islam, mengapa kelompok seperti AKKBB ngotot membela Ahmadiyah? Untuk
memahami misi kelompok semacam AKKBB ini, cobalah simak misi dan tujuan
kelompok-kelompok persaudaraan lintas-agama seperti Free Mason atau
Theosofie yang bersemboyan: “There is no religion higher than Truth.”. (Adian Husaini).
source : http://www.dewandakwah.com/
source : http://www.dewandakwah.com/
just write some good posts worth bookmarking - © My Smile Just For You...
5 comments
suka gemes kalo denger kata2nya orang liberal, mereka itu aslinya pinter tapi nafs nya mereka lah yang membuat mereka jadi keblinger gt, sampe brani untuk menghujat ulama atau bahkan Rasulullah.. ckck
baru tau saya gan tentang lia eden , wah berani sekali mereka gan....
@NF.. ya begitulsh mereka dengan keberaniannya,....
@Hisyam Fakhri... ya... mereka memanfa'atkan keberaniannya di jalan yg di ragukan kebenarannya....
Ashadualla Ila Haillallah Wasshaduanna muhammadarosululloh
"aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah"
juga bisa dilihat dalam Alquran surah Al-'Aĥzāb[33]: 40
Jadi umat islam yang mengakui nabi setelah Rasul SAW. adalah Islam abal-abal alias murtado ! apalagi ngaku malaikat (otaknya udah ga beres)
Semoga Allah subhana wata'ala memberikan hidayah pada kita semua. amin ya robbal 'alamin
Posting Komentar